Jumat, 05 September 2008

Walhi Kritik GAPKI

Walhi Kritik GAPKI

PALANGKA RAYA- [Kalteng Pos], Sikap Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit
Indonesia (GAPKI) Kalteng yang belum bersedia menandatangani hasil Rapat
Koordinasi Perkebunan yang diselenggarakan Pemprov Kalteng, menuai kritik.
Sikap GAPKI menurut Walhi Kalteng sebagai cermin bahwa pengusaha besar
perkebunan tak punya komitmen untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat.

" Di satu sisi ada niat baik dari pemerintah untuk melindungi sekaligus
berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun rupanya niat itu tak
disambut baik oleh pengusaha besar perkebunan," ujar Direktur Walhi Kalteng
Satriadi.

Sikap ini menurut Satriadi, merupakan bentuk pembangkangan atau
pelecehan pengusaha terhadap keputusan Bupati, gubernur, bahkan menteri.
Karena keputusan mengalokasikan 20 persen untuk kebun rakyat atau plasma itu
berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No.26 tahun 2007, yang kemudian
disepakati dalam rakor perkebunan Kalteng.

Satriadi minta Pemda untuk tak lemah atau pun gentar menghadapi sikap
GAPKI ini. Justru Pemda bersikap tegas. Karena yang diperjuangkan adalah
rakyatnya. " Salah satu fungsi pemerintah adalah melindungi dan
menyejahterakan rakyat," jelasnya.

Bagaimana jika investor perkebunan lari, menurut Satriadi hal itu tidak
perlu ditakutkan. Sebab investor yang baik adalah yang tak hanya memikirkan
keuntungan semata, tapi peduli dengan pembangunan di daerah dan mau ikut
meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitarnya.

"Rekomendasi ini juga pandangan saya, merupakan test case bagi
pengusaha besar perkebunan. Apakah betul gembor-gembor yang mereka sampaikan
selama ini ingin membantu membangun daerah dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat, atau hanya sekedar mencari untung saja. Disini akan ketahuan,"
ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Rakor Perkebunan tingkat Provinsi
menghasilkan sejumlah poin. Namun sayangnya hasil rekomendasi itu belum
ditandatangani oleh GAPKI. Penyebabnya ada poin yang masih belum disetujui
pengusaha. Yakni terkait dengan realokasi areal konsensi PB yang belum
memiliki HGU minimal 20 persen untuk kebun rakyat/plasma.

LARANG JUAL BELI PLASMA

Pada kesempatan itu, Satriadi juga mendukung hasil rakor yang meminta
pemko dan pemkab menginventarisir jual beli kebun plasma dan tidak
membolehkan atau melarang jual beli kebun plasma di waktu yang akan datang
dan apabila dimungkinkan lahan yang telah diperjualbelikan dapat dibatalkan.

Seharusnya tak hanya sekedar rekomendasi, tapi akan lebih baik lagi
jika larangan jual beli kebun plasma ini oleh perusahaan atau pejabat di
perusahaan itu dituangkan dalam keputusan bupati atau gubernur. Bahkan kalau
perlu dimasukan dalam klausul perizinan yang dikeluarkan oleh kepala daerah,
baik bupati atau gubernur. Sehingga keputusan itu menjadi berkekuatan hukum.

Memang menurut temuan Satriadi di lapangan, bahwa sebagian kebun plasma
milik masyarakat ada yang dijual, baik ke perkebunan atau para
pejabat-pejabat di perkebunan. Jangan heran jika menemukan ada kebun plasma
justru dimiliki oleh para manajer perkebunan atau pejabat lainya.

Hal ini terjadi karena tidak jelasnya pola plasma yang dikembangkan
selama ini. Plasma yang dikembangkan belum mampu membuat kehidupan petani
menjadi lebih baik. " Kami pernah melakukan wawancara dengan petani plasma.
Ternyata penghasilan perbulan yang diterima petani antara Rp 150 ribu sampai
Rp 200 ribu, setelah dipotong berbagai kewajibannya, " ujar Satriadi.

Dengan penghasilan seperti, mana bisa membuat petani plasma menjadi
lebih baik hidupnya. Akhirnya sebagian menjadi buruh di kebun untuk menambah
penghasilan. Petani yang tak tahanpun langsung menjual kebun itu. (sma)

============ ========= ========= ========= ========= ==
Eksekutif Daerah WALHI Kalimantan Tengah
Jl. Cik Ditiro No. 16 Palangka Raya - Kalimantan Tengah 73112
Telp/Fax ; 0536-3226437 / 3238382
Email ; kalteng@walhi. or.id

Tidak ada komentar:

Kelompok advokasi Riau

Kelompok advokasi Riau
Rebut Alat-alat Produksi !