Senin, 12 Mei 2008

Greenpeace ; Nestle, Unilever dan Procter & Gamble ikut dalam kerusakan hutan hujan dan lahan gambut Indonesia

Greenpeace mengklaim bahwa Nestle, Unilever dan Procter & Gamble ikut terlibat
dalam kerusakan hutan hujan dan lahan gambut Indonesia dengan membeli minyak sawit
yang dihasilkan dari perkebunan ilegal.

Dalam laporannya yang berjudul `Menggoreng Iklim'Greenpeace
menyebutkan ketiga perusahaan itu terkait dengan produser minyak sawit
utama di Indonesia, Dutapalma.

Greenpeace menuduh Dutapalma terlibat dalam kegiatan tidak sah
termasuk pembabatan hutan berskala bear dan penghancuran lahan
konservasi yang dilindungi UU di Indonesia.

PT Dutapalma Nusantara adalah perusahaan pekebunan dan penyulingan
yang didirikan tahun 1987.

Dutapalma kini tercatat mengelola 60.000 hektar lahan perkebunan
dengan kapasitas penyulingan CPO 1.300 ton per hari,minyak kernel
sawit (PKO) 600 ton per hari – dari 42.000 hektar yang tertanami.

Greenpeace menyebutkan ada bukti bahwa Dutapalma merubah lahan gambut
berkedalaman delapan meter menjadi perkebunan yang berarti
bertentangan dengan UU yang berlaku di Indonesia yang melindungi lahan
gambut berkedalaman dua meter ke atas.

Menurut Nesle dan P&G, kedua perusahaan itu hanya membeli sawit dari
pemasok yang terhimpun dalam Perkumpulan Minyak Sawit Lestari (RSPO).

Sekitar 95% minyak sawit dan minyak kernel yang digunakan Nestle
berasal dari pemasok anggota RSPO.

Namun Greenpeace berpendapat bahwa RSPO dijadikan tameng untuk
menutupi praktek yang bertentangan dengan pelestarian lingkungan baik
dari sudut hokum dan perundangan, metode pertanian berkesinambungan
maupun etika perburuhan.

Menurut Greenpace, perusakan hutan gambut di Indonesia menghasilkan
emisi gas rumahkaca hingga 1,3 miliar ton atau sekitar empat persen
dari total emisi dunia.

Di Riau saja, pembakaran lahan gambut bisa menyebabkan pelepasan
14,6 miliar ton karbon.

Badan Energi Dunia (IEA) dalam laporannya bertajuk `Sorotan Energi Dunia 2007'
menyebutkan dalam 10 tahun kebutuhan energi akan melampaui
kemampuan pasokan sementara emisi ditekan hingga 60 persen.

Greenpeace juga menyebutkan kebijakan UE untuk menggunakan biofuel
sebagai bagian dari rencana pengurangan emisi karbon menjelang 2020
sebagai salah satu faktor meledaknya permintaan sawit.

Tidak ada komentar:

Kelompok advokasi Riau

Kelompok advokasi Riau
Rebut Alat-alat Produksi !