Sabtu, 21 Maret 2009

55 Warga Riau dan 15 Ekor Harimau Tewas

Rabu, 18 Maret 2009 16:54
12 Tahun Berkonflik,

Konflik antara warga Riau dan harimau sudah berlangsung sangat panjang. Selama 12 tahun tercatat 55 warga Riau meninggal dunia. Sementara harimau yang terbunuh 15 ekor.

Riauterkini-PEKANBARU- Kurun waktu 12 tahun terakhir ini (1997-2009), di Riau, 55 orang dan 15 ekor harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) telah terbunuh akibat konflik. Menurut LSM yang melakukan investigasi kejahatan kehutanan dan konflik di provinsi bagian tengah Sumatera, Eyes on the Forest, tercatat 17 harimau telah ditangkap dan dipindahkan dari hutan habitatnya.

Senepis, Kerumutan, Semenanjung Kampar dan hutan gambut lainnya di Riau merupakan habitat penting bagi harimau Sumatera, juga merupakan cadangan karbon global. Dengan adanya lahan gambut yang sangat dalam dan kaya karbon, maka hanya dengan menebang pohonnya atau merusak lahan tanahnya saja akan menimbulkan emisi karbon yang cukup signifikan dan berdampak bagi perubahan iklim global.

Data EoF mengatakan bahwa hilangnya habitat hutan alam di Riau terjadi sejak 1982 hingga 2007. 24 persennya telah dibuka atau digantikan oleh hutan tanaman kayu pulp dan 29 persen lagi dibuka atau digantikan oleh perkebunan kelapa sawit.

“Dengan hilangnya habitat hutan, harimau tak memiliki tempat untuk mencari makan dan bersembunyi. Dalam sebulan terakhir saja, empat ekor harimau mati terbunuh di Riau. Saat ini terdapat kurang dari 400 ekor harimau Sumatera saja yang hidup di alam dan itu artinya setiap harimau yang mati merupakan kehilangan yang sangat signifikan bagi bertahannya populasi satwa langka tersebut,” kata Direktur Program Kehutanan dari WWF-Indonesia, Ian Kosasih kepada Riauterkini Rabu (18/3/09).

Koordinator Jikalahari, Susanto Kurniawan mengatakan bahwa sedikitnya, 147 dari 242 kasus atau 60% dari seluruh konflik Harimau Sumatera-Manusia di Propinsi Riau terjadi di lansekap Senepis. Yaitu wilayah ekspansi dan penebangan hutan alam di lima konsesi APP khususnya sejak 1999. Uniknya, tiga di antaranya belum memiliki izin definitif dari Departemen Kehutanan.

“Lucunya, APP justru membuat pernyataan publik jika mereka sedang menginisiasi konservasi harimau di kawasan Senepis. Kenyataannya mereka justru membahayakan keamanan masyarakat setempat dan mendorong harimau semakin dekat menuju kepunahan. APP menghancurkan hutan-hutan dan satwa liar,” tandasnya. ***(H-we)

Tidak ada komentar:

Kelompok advokasi Riau

Kelompok advokasi Riau
Rebut Alat-alat Produksi !