Lawan dan Menang, Blog ini dibuat sebagai media Kampanye dan kontrol terhadap perusahaan sawit Khususnya Dutapalma Group di Riau
Sabtu, 05 Desember 2009
PT PN VII Rugi Puluhan Miliar, Revitalisasi Kebun Tebu Terancam
Oleh SUMARDONI
PT PN VII Cinta Manis mengatakan pihaknya tidak meminta aparat polisi melakukan tindak kekerasan, tapi mereka membenarkan jika situasi di lokasi sudah anarkis. Selain merusak lahan, para petani juga membakar lahan, kantor, dan alat produksi perusahaan tersebut. Revitalisasi kebun tebu pun terancam gagal.
“Kami tidak meminta polisi melakukan tindakan tersebut, tapi situasi di lapangan memang sangat kacau, aksi massa sudah anarkis. Mereka selain merusak kebun, membakar kebun, membakar kantor, alat produksi, juga menyandera dan melukai karyawan kami sebanyak 9 orang,” kata kepala Humas PT PN VII Cinta Manis, Sonny Soediastanto, yang dihubungi Jumat (04/12/2009) malam.
“Kerugian lagi dihitung, tapi nilainya berkisar puluhan miliaran rupiah,” kata Sonny.
Di sisi lain, aksi kekerasan itu juga menyebabkan program revitalisasi kebun tebu yang tengah dijalankan terancam batal. “Program ini buat mengatasi krisis pengadaan gula nasional di masa mendatang,” katanya.
“Sungguh kami sangat menyesalkan adanya penembakan itu maupun aksi kekerasan oleh warga itu,” katanya.
“Namun ada 9 karyawan kami yang terluka, dan 2 kondisinya kritis,” katanya.
“Kami sangat mengharapkan pemerintah daerah, seperti pemerintah Ogan Ilir maupun pemerintah Sumatra Selatan memperhatikan persoalan ini. Sebab persoalan ini mengancam penyediaan gula pasir nasional ke depan,” katanya.
Dijelaskan Sonny program revitalisasi itu ditargetkan hingga 7.000 hektare yang menelan biaya sebesar Rp355 miliar.
http://www.beritamu si.com/berita/ 2009-12/pt- pn-vii-rugi- puluhan-miliar- revitalisasi- kebun-tebu- terancam/
--
Tanah adalah Darah !!!
Putusan MA, Warga Ogan Hilir Adalah Pemilik Lahan yang Sah
pengembalian lahan mereka yang dirampas oleh PG Cinta Manis dan PTPN VII
berbuah berondongan peluru Brimob yang menyebabkan 13 warga terluka. Padahal
menurut Hasani dan Muchlis (keduanya korban penembakan) seperti dilaporkan
Kompas Mahkamah Agung dalam putusannya tahun 1996 telah menyatakan warga adalah
pemilik lahan yang sah.
Sementara tim investigasi yang terdiri dari LBH Palembang, Walhi Sumsel,
Koalisi Advokad, Posbakum, dan Ikadin Palembang menemukan selongsong peluru
tajam di lokasi penembakan petani oleh anggota Brimob di perkebunan PT PN VII. Sebelumnya pihak kepolisian mengatakan
bahwa penembakan hanya dilakukan dengan peluru karet dan peluru kosong
Inikah wajah penegakkan hukum dan aparat negara ini yang penuh borok dan luka?!
selengkapnya
http://lenteradiata sbukit.blogspot. com/2009/ 12/ogan-ilir- membara-putusan- ma-warga. html
Kronologis Penembakan 13 Petani Ogan Hilir Oleh Brimob Polda Sumsel (Versi Polisi)
Jakarta
- 11 Warga Palembang mengalami luka akibat terkena peluru karet yang
dilepaskan petugas. Bagaimana itu bisa terjadi? Polisi beralasan warga
melakukan perlawanan saat petugas membongkar pondok mereka di PTPN VII.
"Satgas
didampingi Brimob (BKO Polda Sumsel) melakukan pembongkaran pondok dan
patok warga Desa Rengas di areal kebun tebu Rayon VI, mengetahui hal
tersebut massa menuju Rayon VI berupaya masuk kamp dengan anarkis,"
terang Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna melalui pesan
singkat, Jumat (4/12/2009) malam.
Massa yang diperkirakan berjumlah 400 orang, sekitar pukul 13.30 WIB, terlihat mulai agresif.
"Dalam
aksi anarkis tersebut massa bermaksud merebut senjata brimob dan
membakar kantor perumahan karyawan dan gudang pupuk," tambah Nanan.
Nanan
mengaku, melihat tindakan itu petugas lalu memberikan tembakan
peringatan, namun entah bagaimana 11 warga terkena peluru karet.
"Lalu pasukan Brimob memberikan tembakan peringatan sehingga terjadi penembakan terhadap masyarakat," imbuhnya.
11
Korban itu yakni Erwani (45), mengalami luka tembak di tangan kiri,
Asep (20), mengalami luka tembak di leher kiri, M Gunadi (35),
mengalami luka tembak di dada kiri, Wawan (25) mengalami luka tembak di
dada kiri.
Kemudian Suhandi (35), mengalami luka tembak di dada
kiri, Muklis (23), luka tembak di tangan kiri, Sirin (35) luka tembak
di kaki kanan, Purba, lluka tembka di pipi kanan.
Fauzi (31),
mengalami luka tembak di dada kiri Rahmat Setiawan (20), Luka tembak di
kaki kiri, dan Ahmad Sabili (25). Para korban seluruhnya warga Desa
Rengas, Payaraman.
"11 orang ini sudah dibawa ke Rumah Sakit
Palembang dan korban pihak karyawan perkebuna Cinta Manis 3 orang
terkena luka bacok" urai Nanan.
Sedang bangunan yang terbakar
yakni pos satpam, kantor rayon enam, 4 unit bedeng, 8 rumah karyawan, 1
motor, dan 1 mobil pick up.
Kronologis Penembakan 13 Petani Ogan Hilir Oleh Brimob Polda Sumsel (Versi Masyarakat)
pukul 08.00 WIB : Satgas PTPN VII merobohkan pondok-pondok warga dilahan sengketa, kejadian tersebut disaksikan warga (Rozali dan Wawan), keduanya dibawa karyawan/satgas PTPN VII yang dikawal oleh sekitar 50 Brimob dari Polda Sumsel
Pukul 11 : Mendengar bahwa ada warganya yang di tangkap oleh PTPN VII dan Brimob, warga juga mengamankan 2 orang pegawai PTPN VII yang kebetulan melintas di Desa Mereka
Pukul 11.30 : masyarakat datang membawa 2 orang PTPN untuk ditukarkan dengan 2 orang warga yang telah disandera
Pukul 12.00 : setelah terjadi tukar menukar antara warga dan perusahaan, tiba-tiba dari moncong senjata brimob memuntahkan pelurunya... yang menyebabkan 12 orang terkapar bermandikan darah
12.10 : masyarakat mengantar korban yg tertembak ke Puskesmas terdekat dan 12 orang yg langsung di rujuk ke RSMH Palembang karena parah
12.30 : mengetahui bahwa warga mereka ditembak oleh Brimob, ribuan massa datang berduyun-duyun menuju keperusahaan, disana masyarakat melampiaskan kemarahan mereka dengan melakukan penghancuran asset milik perusahaan, yang hanya menyisakan mushola
Pukul 15.00 : Aksi Massa baru berhenti
Menurut keterangan warga bahwa mereka datang kesana tidak bermaksud melakukan tindakan anarkis, tetapi hanya ingin meminta 2 warga mereka yg ditahan dikembalikan, namun entah kenapa tahu2 brimob menembaki kami. Polda sumsel melalui Kepala Bidang Humas Kombes Abdul Ghapur mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh brimob sudah sesuai prosedu, karena menganggap masyarakat bertindak anarkis.
Kasus ini sebenarnya dipicu oleh persoaln sengketa lahan seluas 1529 H yang telah 10 tahun ini terjadi antara masyarakat dengan perusahaan PTPN VII Cinta Manis .... namun peristiwa kemarin merupakan puncak dari kemarahan masyarakat, gubuk-gubuk mereka dilahan tersebut di hancurkan, 2 warga mereka disandera/ditahan, dan 12 warga mereka terkapar ditembak oleh brimob Polda Sumsel.
Kami walhi Sumsel meminta kepada seluruh kawan-kawan untuk mengirimkan nota protes terhadap tindakan yang dilakuakan oleh Brimob Polda sumsel, nota protes tersebut dapat dikirim melalui Alamat : Jalan Jendral Sudirman KM 4,5 Palembang. telp 0711-313769
BANK DUNIA MELANGGAR STANDARNYA SENDIRI KETIKA MENDANAI PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
DI INDONESIA
Cabang sektor
Swasta Bank Dunia – Internasional Finance Corporation (IFC)- telah membiarkan kepentingan
komersial menggantikan standar sosial dan lingkungan Bank Dunia dalam
memberikan pinjaman kepada sektor kelapa sawit di Indonesia,sebuah audit internal
mengungkapkan :
Kelapa sawit
telah sama dengan pembabatan hutan dan lahan gambut di mana-mana,emisi CO2
besar-besaran dan pencurian tanah-tanah
masyarakat adat.
Walaupun IFC tahu
semua resiko tersebut ,karena proyek-proyeknya yang terdahulu dan
peringatan-peringat an dari organisasi-organisa si non pemerintah ,IFC tetap
meneruskan pinjaman kepada Wilmar Palm Oil Trading Group,melanggar standarnya
sendiri,menurut laporan audit tersebut. IFC gagal menilai rantai pemasok (
supply chains) atau melihat dampak merusak perkebunan-perkebun an anak
perusahaan tersebut yang mengambil alih tanah-tanah dan hutan di Kalimantan dan
Sumatra.
Temuan-temuan
tersebut memiliki beberapa implikasi bagi IFC : tidak hanya harus menerapkan
standar-standarnya sendiri lebih berhati-hati tetapi IFC juga harus memeriksa
kekuawatiran soal dari mana perusahan yang IFC danai mendatangkan bahan-bahan
baku mereka . Minyak sawit merupakan salah satu contoh komoditas yang di produksi bertentangan dengan
kaidah-kaidah.
Temuan-temuan ini
bersumber dari laporan audit yang sangat penting di keluarkan oleh Compliance
Advisory Ombudsman dari IFC yang memeriksa satu laporan lengkap yang di
sampaikan Forest Peoples Programme dan koalisi 19 organisasi masyarakat sipil
Indonesia,termasuk Sawit Watch dan Gemawan.
Norman Jiwan dari NGO Pemantau Indonesia, Sawit Watch, mencatat :
Ketika kami menyampaikan laporan kami mencatat bahwa
anak-anak perusahaan Wilmar menggunakan api secara ilegal untuk membersihkan
hutan primer dan kawasan bernilai konservasi tinggi dan merampas tanah-tanah
masyarakat adat tanpa keputusan bebas. Didahulukan dan di informasikan dari mereka,memicu konflik-konflik yang
gawat. Laporan ini menunjukan bahwa IFC menggantikan stndar-standrnya sendiri
dan mengabaikan peringatan-peringat an kami terdahulu.
Dalam menanggapi
laporan tersebut Lely Khairnur dari Gemawan mengatakan :
Pembangunan
berarti mengutamakan kebutuhan dan hak-hak masyarakt lokal.Standar- standar IFC
mewajibkan ini.Tetapi mereka mengedepankan kepentingan bisnis dan membiarkan
tanah-tanah rakyat di rampas demi minyak sawit yang murah dalam pasar
internasional .Masyarakat dan hutan milik mereka dirusak dengan semena-mena
,dan akhirnya seluruh planet bumi menderita.
Marcus Colchester,Direktur Forest Peoples Programme
menambhkan :
Kami puas bahwa laporan audit ini lengkap bahwa semua keprihatinan
utama kami ,juga tanggapan dari manajement IFC terhadap audit tersebut menyaran
kan mereka
sekarang akan mencoba melakukan segala sesuatu dengan berbeda. Tetapi kami
masih agak kecewa.Kami harus menunggu lebih dari lima tahun baru IFC menangani persoalan
tersebut dengan sunguh-sunguh. Dengan mempertimbangkan pentingnya menghentikan
kehancuran hutan dan pelanggaran hak
asasi manusia,kami mendesak Presiden IFC untuk mengambil langkah-langkah pro-aktif untuk memastikan bahwa ini tidak
akan pernah terjadi.
Untuk Informasi lebih lanjut,silahkan hubungi :
1. Marcus Colchester,Forest
Peoples Programme : + 44 1608 652893
2. Norman Jiwan ,Sawit Watch : + 62 251 352 171
3.Lely Khairnur,Gemawan : +62 8134 522 5232
Berita lebih
lanjut dapat di akses melalui :
Laporan asli dan
koresponden tindak lanjut dengan IFC dan CAO lihat ;
http:// www.forestpeoples. org /
documents/ifi_ igo/ifc_wilmar_ fpp_let_jul07_ eng.pdf
http://www.forestpeoples. org / documents/prv_ sector/bases/ oil_palm. shtm
Laporan audit CAO lihat :
http ://www.cao-ombudsman. org
/case_uploads/case_documents/Combined% 201_2_3_4_ 5_6_7.pdf
Kamis, 08 Oktober 2009
Segera Periksa Dirut PT BAY
Kamis, 8 Oktober 2009 | 01:39 WIB
BLH Riau Selidiki Kebaran Lahan di Kuala Cenaku
RENGAT, TRIBUN-Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau, Senin (12/10) pekan depan, bakal melakukan pemeriksaan perdana terhadap Bambang, Direktur Utama PT Bertuah Aneka Yasa (BAY).Pemeriksaan yang akan dilakukan terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di areal kosesi milik perusahaan di Kecamatan Kuala Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu, yang diduga merugikan negara hingga Rp 30 miliar.
Rencana pemeriksaan terhadap Dirut PT BAY ini diungkapkan Kepala BLH Inhu, Zulfikri SH yang mengaku telah mengirimkan surat pemanggilan. "Pemeriksaan itu guna memperoleh keterangan yang dibutuhkan oleh penyidik, kita minta yang bersangkutan hadir memenuhi panggilan penyidik," tegas Zulkifli, Rabu (7/10), saat ditemui Tribun di Masjid Raya Rengat.
Zulfikri menegaskan, menindak lanjuti penyidikan kasus ini, BLH Inhu dan BLH Riau telah memanggil para saksi dan pelapor. Terdiri dari unsur Kepala Desa Kuala Cenaku dan Desa Kuala Mulia berikut sekretaris desa dan Ketua BPD setempat.Selain itu, BLH juga sudah memanggil penanggung jawab lapangan PT BAY. Di antaranya Hermanto SH, Yong Meiyer, dan Ir Monipol Ginting MSi.
Pemanggilan terhadap ketiganya dilakukan penyidik Lingkungan Hidup di Pekanbaru. Bagaimana jika Dirut PT BAY itu mangkir? "Kita minta yang bersangkutan kooperatif, dan memenuhi panggilan penyidik. Jika tidak kita lakukan upaya lain sesuai prosedur hukum yang ada," tegas Zulfikri. Bahkan penyidik LH saat ini sudah mengantongi data lengkap tentang kasus kebakaran hutan dan lahan di areal PT BAY di Kecamatan Kuala Cenaku yang diduga dilakukan dengan sengaja oleh perusahaan.
Data itu juga diperkuat sejumlah sampel yang diambil oleh saksi ahli dari KLH, serta telah dilakukan uji laboratorium. Sebagian sampel itu di antaranya, ranting sisa kebakaran, contoh tanah sampai kelapisan terbawahnya, hingga hasil olah TKP oleh Departemen Lingkungan Hidup. Seperti diketahui, kebakaran lahan di areal konsesi PT BAY, Kecamatan Kuala Cenaku terjadi Juli hingga Agustus 2009. Kebakaran lahan itu telah menyebabkan kabut asap disertai hujan abu di Kecamatan Kuala Cenaku dan Kecamatan Rengat.
Kebakaran lahan di areal konsesi PT BAY itu selalu saja terjadi saat musim kemarau terjadi. Namun sebelumnya, upaya hukum yang ditempuh pemerintah dengan melakukan penyelesaian dil uar pengadilan. PT BAY waktu itu diharuskan membayar ganti rugi akibat kebakaran terjadi. Tetapi untuk kebakaran lahan kali ini, BLH bertekad akan melakukan penyelesaian dengan menempuh jalur hukum. Langkah itu dilakukan untuk memberikan efek jera terhadap perusahaan tersebut. (rgt)
Rabu, 20 Mei 2009
Gapki dan Unri Bakal Join Bangun Kebun Kelapa Sawit di Kampus
Selasa, 19 Mei 2009 16:02
17 Juni nanti, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Universitas
Riau akan melakukan penandatanganan MoU pembangunan kebun sawit percontohan
seluas 4 hektar di kampus UNRI.
Riauterkini- PEKANBARU- Ketua Gapki Riau, Wisnu Oriza Suharto kepada Riauterkini
Selasa (19/5/09) mengatakan bahwa pertengahan bulan Juni mendatang, Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau akan melaksanakan penandatanganan
MoU pembangunan kebun sawit percontohan di kawasan Unri seluas 4 hektar. Kebun
sawit tersebut nantinya akan digunakan mahasiswa untuk mengetahui pola perawatan
dan pemeliharaan sawit.
Katanya, pembangunan kebun sawit percontohan tersebut sebenarnya adalah langkah
Gapki agar UNRI memiliki jurusan industry sawit di Fakultas Pertanian mereka.
Minimal ada mata kuliah mengenai industry sawit.
“Riau memiliki ribuan bahkan jutaan kebun sawit. Namun tidak satupun manager
kebun sawit yang berasal dari UNRI. Ke depan dengan adanya MoU tersebut, UNRI
memiliki jurusan industry sawit di Fakultas Pertanian mereka. Sehingga ke depan,
posisi strategis di perusahaan sawit yang beroperasi di Riau dipegang oleh
lulusan UNRI,” katanya.
Workshop RSPO
Selain pelaksanaan MoU Gapki-UNRI, kata Wisnu tanggal 17 Juni nanti juga akan
digelar workshop mengenai Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) skala nasional.
Seluruh pengusaha sawit yang menjadi anggota Gapki di Indonesia dipastikan akan
datang.
Katanya, workshop tentang RSPO itu akan dibahas mengenai system dan tatakerja
RSPO. Agendanya adalah pengenalan dan pemahaman mengenai RSPO kepada seluruh
pengusaha sawit anggota Gapki se-Indonesia.
“Pelaksanaan workshop dilaksanakan selama 3 hari. Hari pertama penandatanganan
MoU Gapki-UNRI dan pelaksanaan workshop RSPO. Hari kedua kunjungan peserta
workshop ke PT Musim Mas yang sudah menerima sertifikat RSPO. Hari ketiga
penanaman perdana kebun sawit percontohan di UNRI,” katanya. ***
Sabtu, 21 Maret 2009
Revisi Tata Ruang Riau Terhadang Kepentingan Kabupaten
Tata Ruang Provinsi Riau sudah mendesak direvisi, namun prosesnya berjalan lambat, karena terhadang kepentingan kabupaten dan kota.
Riauterkini-PEKANBARU-Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)Riau yang sudah berlangsung sejak 2001 lalu hingga kini tak kunjung usai. Pasalnya begitu banyak kepentingan kabupaten/kota di Riau terhadap peruntukan hutan di wilayahnya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Zulkifli Yusuf di Pekanbaru, Rabu, (18/3) kepada wartawan mengatakan masih sangat sulit untuk memaduserasikan antara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang dimiliki Pemerintah Pusat dengan RTRWP Riau. Oleh karena itu Riau, Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur termasuk Provinsi yang hingga belum memiliki RTRWP. "Banyak daerah kabupaten/kota yang tidak menginginkan kawasan hutan ada di wilayah mereka. Ini yang membuat sulit sekali memaduserasikan antara TGHK dan RTRWP," kata Zulkifli.
Ia mencontohkan Kabupaten Kuantan Singingi yang menolak kawasan hutan lindung berada di daerahnya. Dan meminta kawasan hutan masuk ke daerah tetangganya Kabupaten Indragiri Hulu. Begitupun dengan Kabupaten Kampar yang meminta kawasan hutan lindung dan konservasi dimasukkan ke Kabupaten Pelalawan atau Rokan Hulu.
Ini semua terjadi karena keberadaan hutan lindung yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat tersebut semakin memperkecil kemampuan daerah memperluas peruntukan wilayahnya. "Misalnya lagi Kota Dumai yang hanya 30% dari luas wilayahnya dapat dipergunakan untuk pengembangan. Selebihnya sudah merupakan wilayah konsesi perusahaan perkebunan serta peruntukan hutan lindung dan konservasi," jelas Zulkfili.
Tapi masalah ini tidak akan pernah selesai jika kabupaten/kota mempertahankan egonya masing-masing dalam mengelola wilayahnya. Karena harus dipahami daerahlah yang harus menyesuaikan pengembangan kawasannya dengan TGHK.
"TGHK itu ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kehutanan sejak 1986. Sedangkan RTRWP Riau ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 tahun 1994. Dan kabupaten sendiri yang harus menyesuaikan peruntukan pengembangan kawasannya agar tidak tumpang tindih dengan TGHK," jelas Zulkifli.
Kawasan hutan baik yang berstatus lindung, konservasi, taman nasional, ataupun suaka margasatwa seperti yang tercantum dalam peta TGHK tidak bisa dikutak kutik atau dialihfungsikan oleh kabupaten/kota. Pengalihan status hanya bisa dilakukan atas persetujuan DPR apakah status kawasan hutan tersebut bisa dilepaskan menjadi kawasan non hutan. "Semuanya harus sesuai prosedur bila daerah ingin kawasan hutan yang ada dilepaskan untuk pengembangan wilayahnya," jelasnya.
|
55 Warga Riau dan 15 Ekor Harimau Tewas
12 Tahun Berkonflik,
Konflik antara warga Riau dan harimau sudah berlangsung sangat panjang. Selama 12 tahun tercatat 55 warga Riau meninggal dunia. Sementara harimau yang terbunuh 15 ekor.
Riauterkini-PEKANBARU- Kurun waktu 12 tahun terakhir ini (1997-2009), di Riau, 55 orang dan 15 ekor harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) telah terbunuh akibat konflik. Menurut LSM yang melakukan investigasi kejahatan kehutanan dan konflik di provinsi bagian tengah Sumatera, Eyes on the Forest, tercatat 17 harimau telah ditangkap dan dipindahkan dari hutan habitatnya.
Senepis, Kerumutan, Semenanjung Kampar dan hutan gambut lainnya di Riau merupakan habitat penting bagi harimau Sumatera, juga merupakan cadangan karbon global. Dengan adanya lahan gambut yang sangat dalam dan kaya karbon, maka hanya dengan menebang pohonnya atau merusak lahan tanahnya saja akan menimbulkan emisi karbon yang cukup signifikan dan berdampak bagi perubahan iklim global.
Data EoF mengatakan bahwa hilangnya habitat hutan alam di Riau terjadi sejak 1982 hingga 2007. 24 persennya telah dibuka atau digantikan oleh hutan tanaman kayu pulp dan 29 persen lagi dibuka atau digantikan oleh perkebunan kelapa sawit.
“Dengan hilangnya habitat hutan, harimau tak memiliki tempat untuk mencari makan dan bersembunyi. Dalam sebulan terakhir saja, empat ekor harimau mati terbunuh di Riau. Saat ini terdapat kurang dari 400 ekor harimau Sumatera saja yang hidup di alam dan itu artinya setiap harimau yang mati merupakan kehilangan yang sangat signifikan bagi bertahannya populasi satwa langka tersebut,” kata Direktur Program Kehutanan dari WWF-Indonesia, Ian Kosasih kepada Riauterkini Rabu (18/3/09).
Koordinator Jikalahari, Susanto Kurniawan mengatakan bahwa sedikitnya, 147 dari 242 kasus atau 60% dari seluruh konflik Harimau Sumatera-Manusia di Propinsi Riau terjadi di lansekap Senepis. Yaitu wilayah ekspansi dan penebangan hutan alam di lima konsesi APP khususnya sejak 1999. Uniknya, tiga di antaranya belum memiliki izin definitif dari Departemen Kehutanan.
“Lucunya, APP justru membuat pernyataan publik jika mereka sedang menginisiasi konservasi harimau di kawasan Senepis. Kenyataannya mereka justru membahayakan keamanan masyarakat setempat dan mendorong harimau semakin dekat menuju kepunahan. APP menghancurkan hutan-hutan dan satwa liar,” tandasnya. ***(H-we)
Membiarkan Masyarakat Mati Diinjak Gajah
Minggu, 15 Maret 2009 , 09:19:00 GAJAH MATI DIRACUN: Kawanan gajah ini mati diracun oleh manusia.(ISTIMEWA) Masyarakat di Kecamatan Mandau dan Pinggir, Kabupaten Bengkalis harus bersiap-siap dan bersiaga penuh agar tidak mati diinjak gajah seperti almarhum Ronald Silalahi (Juli 2008) dan Jalinus (Maret 2009). Pasalnya sampai saat ini, masing-masing pihak masih saling tunjuk pihak mana yang harus mengakhiri tragedi kematian diinjak gajah tersebut.Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru Kawasan barat Kabupaten Bengkalis, tepatnya di Kecamatan Mandau dan kecamatan pemekarannya yakni Kecamatan Pinggir, telah lama diketahui sebagai habitat utama gajah. Itulah sebabnya pada tahun 1980-an di kawasan itu ditetapkan dua kawasan konservasi untuk gajah oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pertama, Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja, dikukuhkan pada tahun 1986 dengan luas 18 ribu hektare. Kedua, Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebanga Duri dikukuhkan tahun 1992 dengan luas 5.873 hektare. Entah bagaimana ceritanya kemudian, kedua kawasan konservasi itu kini hanya tinggal nama. Data WWF menyebutkan SM Balai Raja dari 18 ribu hektare kini hanya tinggal 132 hektare. Data Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) menyatakan Pemerintah Bengkalis telah membangun kantor camat, kantor lurah, dan berbagai fasilitas umum lainnya serta mengizinkan perkebunan sawit di atas areal SM Balai Raja tersebut. Sementara PLG Sebanga Duri terpaksa hengkang dari tempat tersebut setelah dirambah dan akhirnya dibakar masyarakat. Penghuni PLG itu saat ini menumpang di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH) dan kerap dikenal dengan nama PLG Minas. Sejak kedua kawasan konservasi gajah di tempat itu dimusnakan secara sengaja atau pun tidak sengaja oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis maupun masyarakatnya, gajah-gajah di tempat tersebut mulai sering bergentayangan di kedua kecamatan tersebut. Kadang hanya sekadar memakan tanaman pertanian warga, namun tak jarang juga mengobrak-abrik rumah warga. Bahkan beberapa tahun terakhir mulai menginjak-injak tubuh manusia hingga meninggal, seperti nasib Ronald dan Jalinus. Bahkan korban terakhir jasad Jalinus sempat dilumat dan organ tubuhnya tak lagi berbentuk. Tiap kali konflik di kawasan ini terjadi, saling tunjuk siapa yang harus menanggulangi konflik tersebut. Ada yang menunjuk BBKSDA. Misalnya Anggota DPRD Bengkalis H Arwan Mahidin saat kematian Jalinus mengungkapkan Dinas Kehutanan dan pihak BBKSDA Riau tidak bisa lagi tutup mata dengan persoalan itu. “BKSDA harus membuka pos di Balai Makam atau tempat lain yang menjadi sasaran gajah. Mereka pun hendaknya menggelar patroli rutin. Kita juga mempertanyakan kasus lahan PLG Sialang Rimbun (Sebanga Duri),” tegasnya. Selanjutnya Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Bengkalis Darmawi. Dalam penanggulangan konflik Dinas Kehutanan akan bekerja sama dengan BKSDA Riau dalam menanggulangi hal ini. “Pasalnya, penanganan gajah itu adalah wewenang dan bidang tugas BBKSDA,” ujarnya. Harapan yang sama juga dikemukakan oleh Gubernur Riau HM Rusli Zainal. ‘’Harus ada program prioritas untuk mengatasinya. Ada dua pendekatan yang bisa dilakukan. Pertama, bagaimana melakukan pemetaan keberadaan gajah yang ada di Riau dibandingkan dengan ketersediaan lahan yang ada. Kedua, mencari alternatif solusi dan ini harus dikoordinasikan secara intensif dengan BKSDA. BKSDA harus menjadi leader untuk dapat membuat program-program guna mengatasi konflik yang terjadi, akan tetapi upaya ini harus dilakukan secara berkelanjutan,’’ ungkap gubernur. Sementara Rachman Sidik, Kepala BBKSDA menilai konflik yang terjadi itu karena Pemerintah Kabupaten Bengkalis lah yang telah menghilangkan habitat gajah. “Konflik yang terjadi karena habitat mereka kita ganggu. Bayangkan di Balai Raja itu sudah jelas sebagai kawasan Suaka Margasatwa, tapi perusahaan berdiri di sana, kantor camat ada disana, padahal sampai saat ini belum ada penglepasan kawasan itu dijadikan sebagai kawasan perkebunan atau pemukiman,’’ tutur Rachman, awal pekan ini. Rahman mengaku meskipun tidak ingin mempersalahkan siapapun, namun tetap menegaskan bahwa lahan di kawasan konservasi gajah tersebut masih status kawasan konservasi. “18.000 hektare lahan di sana, termasuk yang sekarang didirikan pabrik kelapa sawit, perkebunan, pemukiman warga, perkantoran, semuanya merupakan kawasan hutan habitatnya gajah tersebut dan setahu saya, kawasan tersebut belum dilakukan pelepasan,” ujarnya. Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Nur Hidayat, Direktur Konservasi Kawasan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA). Menurutnya daerah harus bertanggung jawab atas perubahan fungsi kawasan tersebut. Dia akan meminta BBKSDA untuk memproses hal tersebut. “Untuk merubah fungsi kawasan harus melibatkan tim terpadu. Harus dilakukan check lapangan. Apakah perubahan fungsi legal atau tidak,” ujarnya. Sementara Wakil Bupati (Wabup) Bengkalis Normansyah Abdul Wahab Rabu (11/3) di Bengkalis, membantah persepsi amuk gajah ini akibat pembangunan pusat perkantoran Camat Pinggir, Kantor Desa Pinggir di simpang Balai Makam sehingga terusiknya habitat kawanan gajah liar tersebut. “Kita ingin persoalan amuk gajah ini segera selesai. Untuk itu, kita sudah berkoordinasi dengan BBKSDA Provinsi Riau. Soal bagaimana teknis penanganan terhadap kawanan gajah liar tersebut BBKSDA lebih berkompeten. Mereka memiliki peralatan dan tim teknis penjinak, jadi lebih tahu. Pemkab Bengkalis tetap mendukung penuh upaya tersebut. Hanya saja kalau amuk gajah ini akibat rusaknya habitat kawasan gajah karena pembangunan kantor camat, kantor lurah dan harus dipindah itu tidak mungkin,” ujar Wabup. Sebenarnya dalam catatan Riau Pos statement saling tunjuk siapa yang bertanggungjawab dan berakhir tanpa solusi itu sudah hal berulang dari tahun ke tahun. Seperti tengah membiarkan masyarakat mati diinjak gajah.(ndi/bud/gem/rus/sda) | ||
Kelompok advokasi Riau

Rebut Alat-alat Produksi !